Skip to main content

Staf Khusus Milenial Bukan Pajangan Pencitraan


Kehadiran tujuh staf khusus presiden dari kalangan milenial terus menjadi sorotan publik. Tidak sedikit yang sinis dan nyinyir karena menganggap tujuh staf belia itu bukan kebutuhan prioritas dalam lingkaran pemerintahan dan kekuasaan Jokowi. Apalagi sejauh ini jobdes mereka belum benar-benar terang benderang. Presiden Jokowi hanya menerangkan peran ketujuh anak muda pilihannya itu sebagai jembatan presiden dengan kaum milenial dan akan menjadi partner diskusi sang presiden setidaknya sekali sepekan.  

Hal ini kontan saja menjadi santapan lezat bagi para lawan politik Jokowi. Mereka menggoreng kehadiran anak-anak muda itu dalam berbagai narasi. Yang terhangat adalah reaksi warga net terkait postingan Grace Billy Mambrasar, salah satu stafsus milenial Jokowi. Billy mengunggah sebuah foto yang memperlihatkan para stafsus presiden dari kalangan milenial sedang berkumpul, seperti sedang mendiskusikan sesuatu. Lewat keterangan yang disertakan bersama postingan foto tersebut Billy menginformasikan bahwa dia dan rekan-rekannya baru saja menyelesaikan konsep dan strategi pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila dengan konsep kekinian.


Cuitan tersebut langsung disambar kritik dari netizen. Ada yang sekedar mengeritik sistem kerja para staf belia ini yang seolah selalu meriung. Tapi ada yang mengeritik kerja yang baru saja dipublikasikan secara tidak formal oleh Billy, yakni merumuskan konsep dan strategi pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila dengan cara kekinian. Dengan mengerjakan hal ini, para stafsus milenial itu dianggap telah mengambil alih tugas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).  

Pada kesempatan lain, kritik terhadap stafsus milenial terkait honor mereka yang konon mencapai 50 juta rupiah. Angka yang cukup fantastis memang. Angka itu lalu dibandingkan dengan beban kerja para staf khusus yang disebut-sebut hanya sebagai jembatan presiden kepada kaum milenial serta partner diskusi yang dilaukan Jokowi sekali dalam seminggu. Tapi honor fantastis itu sudah ditepis oleh salah satu staf khusus presiden, Diaz Hendropryono. Dia mengatakan bahwa honor para staf khusus tidak sefantastis seperti yang digembar-gemborkan di sosial media.


Sebagai elemen baru, kehadiran Billy Cs, memang mendapat banyak sorotan. Namanya juga barang baru, pasti banyak yang ingin tahu. Karena itu sudah benar sikap yang ditunjukkan Billy menghadapi berbagai suara sumbang publik. Pria asli Papua ini mengatakan siap menerima semua kritikan. 

Terlepas dari berbagai kritik dan saran sumbang, mari coba membaca lebih jaih dan lebih dalam apa sebenarnya yang mau dicapai Jokowi dengan menarik tujuh orang muda ini ke dalam istana.

Pertama-tama, harus diakui dunia sudah jauh berubah. Kemajuan teknologi, proses digitalisasi, melaju sedemikia  kencang sehingga meninggalkan siapa saja yang tidak mampu beradaptasi dan siap menghadapi gelombang perubahan.


Sejalan dengan itu, ada perubahan besar dalam mengatur tatanan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Pola-pola sosial yang tidak relevan lagi kemajuan teknologi informasi, akan mubazir dan tidak diminati generasi milenial. Jika situasi ini tidak dijembatani, maka akan terjadi social gap yang tentu saja berdampak buruk pada relasi sosial antargenerasi. Dan harus diakui, generasi milenial-lah yang paling adaptif dan siap menghadapi gelombang perubahan yang terjadi.

Itu tercermin dari latar belakang tujuh staf khusus milenial yang dipilih Jokowi. Mereka adalah orang-orang muda yang mampu mengubah tantangan menjadi peluang. Mereka bisa menerjemahkan gelombang teknologi menjadi sebuah kesempatan emas untuk meraih perubahan dan kemajuan. Dan ini bukan sekedar teori semata. Tujuh staf khusus Jokowi dari kalangan milenial adalah orang-orang yang sudah membuktikan kesuksesan mereka dengan memanfaatkan peluang yang diciptakan oleh gelombang teknologi digital.


Selain menjembatani social gap di era teknologi digital, kehadiran kaum muda yang sebagian diwakili oleh tujuh staf khusus presiden adalah sebuah upaya menanamkan semangat berpartisipasi dalam dunia politik dalam diri kawula muda. Data KPU pada Pemilu 2019 menyebutkan bahwa ada sekitar 70 juta jiwa pemilih milenial berusia 17 - 25 tahun. Itu berarti kaum muda menempati kuota 35% sampai 40% pemilih di seluruh Indonesia. Dari angka yang besar ini, bisa dilihat bahwa secara kuantitatif dunia sosial dan politik kita dikuasai oleh kaum milenial.

Tapi apakah angka itu berbanding lurus dengan kualitas partisipasi mereka di dunia politik? Selama politik masih didominasi oleh kaum tua, suara mayoritas kaum milenial ini akan hilang. Penyebabnya tidak lain adalah perbedaan cara pandang mereka terhadap politik. Dominasi kaum tua akan memberikan kesan bahwa berpartisipasi dalam dunia politik itu bukan sesuatu yang keren, ga asyk, dan membosankan.


Jika paradigma ini dibiarkan, maka kaum muda akan menjadi apatis terhadap urusan politik. Padahal, politik itu menyangkut seluruh sendi kehidupan. Politik yang sehat akan berdampak pada ekonomi yang sehat pula. Kaum muda yang rata-rata memiliki visi dan misi futruristik harus menyadari itu, agar mereka tidak asyk dengan dunianya sendiri, sibuk mengembangkan diri sendiri.

Kaum muda itu aset masa depan bangsa. Tapi bagaimana mereka bisa bersatu membangun bangsa atau membangun dalam konsep kebangsaan jika tidak ada yang memberi mereka akses ke sana? Inilah yang sedang dilakukan Jokowi, menarik kaum muda masuk dalam spektrum politik membangun negara, bukan sekedar politik kekuasaan atau meraih jabatan.


Jokowi ingin kaum muda dengan segala bakat dan talentanya mulai memikirkan bangsa dan negara sejak masih muda. Bahwa politik itu tidak harus menunggu tua; politik bukan wilayah tabu bagi kawula muda.

Jadi jangan terlalu banyak membandingkan gaji dan beban kerja mereka karena ada visi besar yang hendak dicapai di masa depan. Dengan latar belakang kesuksesan mereka di dunia bisnis, saya yakin anak-anak muda ini menerima tawaran menjadi stafsus bukan karena iming-iming gaji. Mereka semua bukan pengangguran yang mencari kerja. Sebaliknya, mereka adalah wirausahawan muda yang diminta Jokowi untuk berbagi ilmu, kemampuan dan keterampilan mereka untuk negara dan bangsa.

Jangan juga menuduh Jokowi memanfaatkan anak-anak muda ini sebagai pajangan pencitraan. Jokowi tidak pura-pura berpihak kepada kaum milenial dan para stafsus ini juga tidak sedang berpura-pura menjadi milenial. Jokowi menarik mereka untuk dijadikan cermin besar bagi kawula muda di seluruh penjuru negeri bahwa sehebat-hebatnya pemuda, adalah dia yang bersedian membagikan ilmu dan kemampuannya demi hajat hidup orang banyak.















Popular posts from this blog

Ancam Penggal Kepala Jokowi, Pria Ini Enaknya Diapain?

Semakin lama semakin mengerikan melihat ekspresi para pendukung capres Prabowo Subianto. Mereka seolah dirasuki sesuatu yang membuat hati dan pikiran mereka tertutup terhadap apa dan siapa pun yang tidak bersenyawa dengan pikiran dan tindakan mereka. Hal ini membuat mereka terlihat lebih sebagai pembuat onar atau kaum ekstrimis ketimbang pendukung paslon yang mestinya paham aturan dan tata cara menyampaikan pendapat di ruang publik.  Orang-orang dalam video di atas adalah salah satu contohnya. Mereka merasa bisa melakukan apa saja, kepada siapa saja hingga berani mengancam akan memenggal kepala Presiden Jokowidodo. Mungkin mereka frustrasi karena gaung kemenangan Prabowo yang mereka deklarasikan semakin sayup dan mulai menghilang.  Sebagai pendukung Prabowo adalah hak mereka melakukan aksi dukungan selama sesuai aturan dan undang-undang. Tapi mengancam membunuh Jokowi adalah tindakan naif dan sangat di luar batas. Mungkin inilah ekspresi brutal yang merupakan efek dari m

Menanti Taji Pria Pengancam Jokowi di Depan Polisi

Pria yang mengancam akan memenggal leher Presiden Jokowidodo akhirnya diciduk polisi. Ia dibekuk di sebuah perumahan di kawasan Parung, Bogor, pada Minggu pagi (12/05). Lokasi penangkapan 'jagoan penggal' ini berbeda dengan pengakuannya dalam video yang menyebutkan dirinya berasal dari Poso.  HS pun langsung digiring ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.  Video HS mengancam Jokowi beredar luas di media sosial beberapa hari lalu. Diduga pernyataan konyol itu dilontarkan pelaku saat mengikuti aksi demo di depan gedung KPU dan Bawaslu. HS yang dikelilingi sejumlah demonstran lain termasuk dua orang wanita, tampak garang dan begitu bernafsu mengancam akan memenggal leher Jokowi.  Kini publik menunggu seberapa besar nyali demonstran beringas ini saat berhadapan dengan pihak penyidik Polda Metro Jaya. Di hadapan penyidik nanti, ia harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuatnya. Nyalinya diuji karena ia akan menghadapi semuanya seorang diri. Tidak a

Strategi Cerdas Jokowi Pulihkan BUMN

Sewaktu melantik para menteri Kabinet Indonesia Maju, banyak kalangan kecewa karena nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tidak masuk dalam deretan nama para pembantu Jokowi itu. Para pendukung fanatik Ahok mengira Jokowi sudah melupakan sekondannya itu sewaktu sama-sama memimpin DKI.  Tidak hanya Ahok, nama lain seperti Susi Pudjiastuti, Ignasius Jonan dan Archandra Tahar juga seperti dipinggirkan dari urusan para penentu kebijkan di sejumlah sektor yang sudah ditentukan. Bahkan tidak sedikit yang larut dalam ekspresi sentimentil seolah kehilangan sosok yang mereka cintai. Pertanyaan di mana Susi Pudjiastuti ramai dibicarakan di dunia nyata maupun dunia maya.  Tapi memang begitulah Jokowi. Dia selalu menyimpan sejumlah kejutan dalam sejumlah keputusannya. Ibarat seorang petarung, Jokowi tidak memeragakan semua strategi di depan. Ada yang disimpan, dan bisa jadi senjata pamungkas.  Dan kini semua mulai terlihat. Ahok diberi kursi Komisaris Utama Pertamina, posisi yan