Sewaktu melantik para menteri Kabinet Indonesia Maju, banyak kalangan kecewa karena nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tidak masuk dalam deretan nama para pembantu Jokowi itu. Para pendukung fanatik Ahok mengira Jokowi sudah melupakan sekondannya itu sewaktu sama-sama memimpin DKI.
Tidak hanya Ahok, nama lain seperti Susi Pudjiastuti, Ignasius Jonan dan Archandra Tahar juga seperti dipinggirkan dari urusan para penentu kebijkan di sejumlah sektor yang sudah ditentukan. Bahkan tidak sedikit yang larut dalam ekspresi sentimentil seolah kehilangan sosok yang mereka cintai. Pertanyaan di mana Susi Pudjiastuti ramai dibicarakan di dunia nyata maupun dunia maya.
Tapi memang begitulah Jokowi. Dia selalu menyimpan sejumlah kejutan dalam sejumlah keputusannya. Ibarat seorang petarung, Jokowi tidak memeragakan semua strategi di depan. Ada yang disimpan, dan bisa jadi senjata pamungkas.
Dan kini semua mulai terlihat. Ahok diberi kursi Komisaris Utama Pertamina, posisi yang cukup strategis mengingat Pertamina adalah salah satu BUMN paling seksi. Menyusul Ahok, ada Chandra Hamzah yang diplot di kursi Komisaris BTN. Konon, BTN adalah salah satu bank negara yang perlu mendapat perhatian khusus.
Lalu bagaimana dengan Susi, Ignas dan Archandra. Ketiga orang ini juga disebut-sebut akan menyusul Ahok dan Chandra menduduki posisi penting di BUMN. Susi digadang-gadang menduduki kursi Dirut Garuda, Ignas akan mengepalai Inalum. Sementara Archandra juga siap mengepalai salah satu BUMN strategis.
Mungkin banyak yang bertanya, mengapa Jokowi menempatkan figur-figur berkelas menteri di kursi Dirut dan Komisaris BUMN? Inilah kejelian Jokowi. Selama lima tahun, dia berusaha menggenjot BUMN dari kursi menteri. Ignas Jonan dan Archandra Tahar ditempatkan di kementerian BUMN. Dua orang ini pun sudah bekerja keras untuk mengembalikan BUMN sebagai sumber devisa terbesar negara.
Tapi kerja keras dua tokoh ini seperti membentur tembok. Kenapa? Sebagus-bagusnya kebijakan adalah yang bisa direalisasikan sampai ke tingkat yang paling kecil. Nah, di sinilah persoalannya selama ini. Sejumlah BUMN andalan kita sudah dikuasai oleh para mafia. Karena itu, dibutuhkan orang-orang seperti Jonan, Archandra, Ahok, dan Susi di lapangan.
Pertarungan melawan mafia tidak bisa diserahkan kepada petarung yang lemah dan gampang tergoda. Jadi paham kan sekarang? Kebijakan sudah bagus, tapi realisasinya masih amburadul. Percuma punya menteri bagus dan hebat kalau yang di bawahnya bermental kardus. Kenapa amburadul, ya tanyakan kepada cicak di dinding Kantor Pusat Pertamina.