Skip to main content

Ahok dan Harapan Untuk BUMN Kita: Gelombang Penolakan (2)


Memang tidak mudah mengembalikan Ahok ke kursi pejabat publik. Banyak pihak menolak dengan berbagai alasan. Sebab Ahok bagi mereka adalah momok yang menakutkan. Mereka takut kenyamanan mereka selama ini terusik karena Ahok bukan figur yang gampang diajak kompromi apalagi dikadali. 

Dia paham detil tugas dan tanggung jawab setiap kepala bagian sampai ke anak buah mereka. Dia bukan tipe pemimpin yang senang digombali dengan pujian dan sanjungan, jugà tak termakan lobi-lobi licik menggunakan tumpukan upeti. 

Ahok juga paham celah-celah yang bisa dijadikan kamar perselingkuhan para mafia dengan kaum birokrat. Dengan masuknya Ahok ke BUMN, semua kran ilegal akan ditutup rapat, lubang-lubang intipan, juga tempat menyetor upeti disumbat. 

Maka penolakan pun mulai digelorakan dari dalam dan luar BUMN. Alumni 212, kelompok yang dulu menggelar demo berjilid-jilid demi menumbangkan Ahok pun bersuara. Seperti biasa mereka membawa-bawa nama umat, walaupun tidak dibuat batasan yang tegas soal umat mana yang mereka maksudkan. 

Apakah umat yang dimaksud pentolan 212 adalah umat yang pada musim Pilkada DKI gigih menyingkirkan Ahok dengan ayat dan mayat? Kalau kelompok ini yang dimaksud, posisi mereka memang sudah jelas. Bagi mereka no excuse buat Ahok. Lalu apakah negara harus mendengarkan mereka, terutama setelah melihat hasil kerja figur pilihan kaum pemaksa kehendak itu di DKI? 

Yang perlu dipertanyakan juga adalah, apakah orang-orang ini berbicara atas dasar pengetahuan, kesadaran, serta dorongan nurani mereka sendiri? Bisa jadi iya, karena mereka sudah terlanjur menjadikan Ahok sebagai tokoh antagonis dalam lakon hidup mereka. Tapi bisa juga mereka cuma corong atau boneka yang menyuarakan kepentingan para bohir, kaum yang paling terancam bila Ahok benar-benar duduk di kursi Dirut BUMN. 

Soal suara bohir yang lantang diteriakan, padahal sang bohir tidak pernah menampakan batang hidungnya, kita seolah diingatkan kembali pada penelusuran pihak berwajib terkait sumber dana yang membiyai demo berjilid-jilid pada musim Pilkada DKI 2017 lalu. Jika ditarik benang merahnya, barangkali para bohir itu punya sesuatu di balik BMUN. 

Para pimpinan alumni 212 perlu kiranya merefleksikan satu hal bahwa, kurang lebih setelah dua tahun melewati Pilkada DKI, rakyat dan umat mulai terbuka matanya dengan realita ibu kota saat ini. Cobalah lihat dengan jernih bagaimana Jakarta setelah ditinggal Ahok. 

Cermati prilaku gubernur yang terpilih karena dinilai santun dan seiman. Dimana keimanan dan kesantunannya ketika banyak anggaran yang dipakai secara tidak efektif? Dimana kesantunan dan keimanan sang gubernur ketika banyak mata anggaran siluman dengan harga super fantastis, tidak dipertanggungjawabkan dengan sikap seorang gentleman, atau setidaknya dengan sikap seorang beriman? 

Dengan fitback Pilkada DKI, masihkah kita menaruh kepercayaan kepada para pentolan 212 yang menjadi barisan terdepan mendepak Ahok dari DKI, dan kini mau menolaknya menjadi Dirut BUMN? Apakah kita mau orang seperti figur setipe Anies Baswedan lagi yang akan memimpin BUMN sebagai sumber devisa penting bagi negara? 

Selain alumnus 212, pentolan FPI, Novel Bamukmin juga tak kalah fokal menolak Ahok. Alasannya lebih konyol lagi. Menurut Novel Ahok adalah produk gagal yang tidak pantas diberi tempat lagi di bumi pertiwi. 

Terhadap penolakan Novel, pertanyaannya adalah, apa definisi produk gagal di matanya? Karena dalam konteks umum produk gagal adalah produk yang diciptakan tapi hasilnya tidak maksimal sehingga orang tidak ingin memilkinya. 

Ahok bukan produk gagal melainkan produk unggul yang disingkirkan demi kepentingan politik dengan menunggangi isu agama. Ia figur unggulan sehingga meskipun tidak lagi menjabat, nama dan karyanya selalu menjadi pembanding bagi penggantinya di DKI-1. Lagipula, apa kapasitas Novel sampai suaranya perlu didengarkan oleh Erick Thohir dan Jokowi? Negara sebesar ini, haruskah mendengar suara dari seorang dengan kapasitas dan kualitas berpikir seperti Novel? 

Penolakan tidak hanya berasal dari mantan musuh Ahok. Para pekerja Pertamina juga mulai mengibarkan bendera perang menolak Ahok masuk BUMN. Sikap para pekerja ini yang lebih menarik untuk dibahas ketimbang celoteh Novel dan Alumni 2012. 

Bagaimana mungkin para pekerja Pertamina yang pastinya tahu kondinsi amburadul di tubuh BUMN, bisa berteriak menolak Ahok? Untuk siapa sebenarnya mereka berteriak? 

Ini sama dengan pegawai KPK yang ramai-ramai berteriak menolak RUU KPK padahal nyata-nyata di depan mata mereka banyak kecurangan terjadi di dalam tubuh lembaga tempat mereka bernaung itu. Dan kini para serikat pekerja Pertamina mau melakukan hal yang sama. Apa ini hasil kerja petinggi Pertamina yang diciduk karena diduga terpapar paham radikal? 

Memang sudah lama beredar kabar kalau BUMN adalah salah satu ladang subur bagi para bani penganut paham radikal. Dan penolakan terhadap Ahok menjadi pembenaran tambahan atas dugaan tersebut. 

Dan Tuhan menunjukkan kuasa-Nya melindungi negara ini dari orang-orang yang tega menghabisi nyawa sesama dengan menjual surga dan Tuhan. Pelaku bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan seperti membuka semua kedok para sahabatnya yang selama ini menikmati uang negara dengan bekerja sebagai karyawan BUMN. 

Dari penelusuran jaringan bomber Medan itulah, Densus 88 dihantarkan ke petinggi BUMN di Cirebon yang akhirnya dibekuk atas dugaan ikut dalam jaringan radkalisme. Semoga saja, para serikat pekerja Pertamin yang saat ini berteriak-teriak menolak Ahok bukan bagian dari jaringan radikalisme yang diduga dibesarkan oleh petinggi BUMN yang berhasil diciduk polisi. 








  






Popular posts from this blog

Ancam Penggal Kepala Jokowi, Pria Ini Enaknya Diapain?

Semakin lama semakin mengerikan melihat ekspresi para pendukung capres Prabowo Subianto. Mereka seolah dirasuki sesuatu yang membuat hati dan pikiran mereka tertutup terhadap apa dan siapa pun yang tidak bersenyawa dengan pikiran dan tindakan mereka. Hal ini membuat mereka terlihat lebih sebagai pembuat onar atau kaum ekstrimis ketimbang pendukung paslon yang mestinya paham aturan dan tata cara menyampaikan pendapat di ruang publik.  Orang-orang dalam video di atas adalah salah satu contohnya. Mereka merasa bisa melakukan apa saja, kepada siapa saja hingga berani mengancam akan memenggal kepala Presiden Jokowidodo. Mungkin mereka frustrasi karena gaung kemenangan Prabowo yang mereka deklarasikan semakin sayup dan mulai menghilang.  Sebagai pendukung Prabowo adalah hak mereka melakukan aksi dukungan selama sesuai aturan dan undang-undang. Tapi mengancam membunuh Jokowi adalah tindakan naif dan sangat di luar batas. Mungkin inilah ekspresi brutal yang merupakan efek dari m

Menanti Taji Pria Pengancam Jokowi di Depan Polisi

Pria yang mengancam akan memenggal leher Presiden Jokowidodo akhirnya diciduk polisi. Ia dibekuk di sebuah perumahan di kawasan Parung, Bogor, pada Minggu pagi (12/05). Lokasi penangkapan 'jagoan penggal' ini berbeda dengan pengakuannya dalam video yang menyebutkan dirinya berasal dari Poso.  HS pun langsung digiring ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.  Video HS mengancam Jokowi beredar luas di media sosial beberapa hari lalu. Diduga pernyataan konyol itu dilontarkan pelaku saat mengikuti aksi demo di depan gedung KPU dan Bawaslu. HS yang dikelilingi sejumlah demonstran lain termasuk dua orang wanita, tampak garang dan begitu bernafsu mengancam akan memenggal leher Jokowi.  Kini publik menunggu seberapa besar nyali demonstran beringas ini saat berhadapan dengan pihak penyidik Polda Metro Jaya. Di hadapan penyidik nanti, ia harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuatnya. Nyalinya diuji karena ia akan menghadapi semuanya seorang diri. Tidak a

Strategi Cerdas Jokowi Pulihkan BUMN

Sewaktu melantik para menteri Kabinet Indonesia Maju, banyak kalangan kecewa karena nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tidak masuk dalam deretan nama para pembantu Jokowi itu. Para pendukung fanatik Ahok mengira Jokowi sudah melupakan sekondannya itu sewaktu sama-sama memimpin DKI.  Tidak hanya Ahok, nama lain seperti Susi Pudjiastuti, Ignasius Jonan dan Archandra Tahar juga seperti dipinggirkan dari urusan para penentu kebijkan di sejumlah sektor yang sudah ditentukan. Bahkan tidak sedikit yang larut dalam ekspresi sentimentil seolah kehilangan sosok yang mereka cintai. Pertanyaan di mana Susi Pudjiastuti ramai dibicarakan di dunia nyata maupun dunia maya.  Tapi memang begitulah Jokowi. Dia selalu menyimpan sejumlah kejutan dalam sejumlah keputusannya. Ibarat seorang petarung, Jokowi tidak memeragakan semua strategi di depan. Ada yang disimpan, dan bisa jadi senjata pamungkas.  Dan kini semua mulai terlihat. Ahok diberi kursi Komisaris Utama Pertamina, posisi yan