Skip to main content

Ahok dan Harapan Untuk BUMN Kita (1)


Sudah diduga jauh hari sebelumnya kalau orang seperti Ahok tidak akan dibiarkan 'nganggur' oleh Jokowi. Kurang lebih dua tahun bekerja sama dengan pria kelahiran Belitung itu, Jokowi paham benar karakter dan etos kerjanya. Maka ketika waktunya tiba, Jokowi kembali memanggil Ahok untuk membantunya. Memang Jokowi tidak memberi Ahok kursi menteri, tetapi tugas yang akan dimandatkan kepada mantan Gubenur DKI itu sangat-sangat penting dan strategis pula. 

Ahok diberi mandat oleh Jokowi melalui Menteri BUMN, Erick Thohir. Erick pun sudah memanggil Ahok, dan kini santer diberitakan bahwa Ahok akan menduduki posisi dirut BUMN, meski belum pasti dimana ia akan diplot, di Pertamina atau PLN atau BUMN yang lain. Namun banyak kalangan menduga Ahok bakal diplot untuk kursi Dirut Pertamina.

Mari berandai saja, Ahok diplot sebagai Dirut Pertamina. Ini adalah salah satu BUMN yang sangat strategis dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Melihat profil dan sumber daya yang dikuasainya, harusnya badan usaha plat merah ini bisa diandalkan sebagai salah satu tambang devisa negara. Ironisnya selama ini, kinerja dan hasil kerja Pertamina sebagai perusahaan plat merah, ternyata tidak sebesar namanya. 

Dalam hal ketersediaan minyak misalnya. Sejak kecil saya mendengar bahwa kita adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak bumi. Konon jika eksplorasinya optimal dan pengelolaannya jujur dan profesional, maka kita bisa menjadi negara pengekspor minyak dunia. Tapi apa lacur, boro-boro mengekspor, untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri saja Pertamina nyaris kehabisan 'nyawa'.

Celakanya lagi, karena tekor dan defisit stok dan pasokan, pemerintah terpaksa mengeluarkan anggaran triliunan untuk subsididi BBM. Edan, rek! Negara penghasil minyak tak mampu mencukup stok dalam negeri sampai harus diguyur fulus subsidi. 

Di berbagai media massa dan diskusi publik kita mendengar berbagai spekulasi tentang sebab musabab kondisi timpang antara produksi dan konsumsi minyak di dalam negeri. Pertamina konon tidak punya kilang minyak yang bisa mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi. Maka kita hanya bisa menggali minyak mentah untuk dijual, lalu kita membeli minyak jadi dari luar.


Dari sini saja sudah ketahuan kenapa stok kita selalu minus. Kalau kita menjual minyak mentah, tentu harganya jauh lebih rendah daripada ketika kita membeli minyak jadi. Sederhananya begini, kita ibarat pedagang kambing yang menjual seekor kambing lalu membeli sate, daging sapi yang sudah diolah. Harga satu ekor kambing, bisa dilunasi dengan 200 porsi sate, sementara untuk membuat 200 porsi sate, tukang sate barangkali hanya butuh setengah dari kambing yang kita jual tadi. Jadi paham kan, siapa yang untung dan siapa yang buntung? 

Apakah para pemangku kekuasaan dan kebijakan di Kementerian BUMN secara general atau dan Pertamina secara spesifik, tidak menyadari hal ini? Omong kosong besar kalau mereka tidak tahu dan tidak paham tentang kondisi buruk ini. Lalu mengapa dibiarkan selama puluhan tahun?


Sekarang mata kita terbuka melihat bahwa kondisi itu memang sengaja dikondisikan. Bukan oleh Pertamina sendiri, tetapi oleh perusahaan kakap yang selama ini mengendon, menimba susu dan madu dari bisnis minyak di Indonesia. Dulu kita punya Petral, sebuah badan bentukan rezim Orde Baru. Tujuannya adalah untuk mengontrol penjualan minyak kita agar tidak sampai loose control. 

Nyatanya selama puluhan tahun Petral ibarat pagar makan tanaman. Bukannya menjadi pengontrol, Petral malah ikut bermain sebagai rente dengan pengusaha-pengusaha kakap di dalamnya. Selama bertahun-tahun petral memonopoli lalu lintas penjualan dan perdagangan minyak, dan dominan juga dalam menentukan harga jual dan harga beli minyak di pasar. Sekali lagi, para rente berwajah pengusaha mengeruk untung sementara negara terus mendapat buntung.


Setelah Orde Baru tumbang, Petral tetap berdiri dengan gagah perkasa. Tidak ada satu pun presiden yang berani menyenggolnya, entah karena merasa tidak mampu menumpas barisan para cukung dan mafia yang bercokol di sana, atau tidak paham permainan kotor Petral, atau bisa jadi karena diam-diam dapat saweran juga dari Petral.

Petral kena batunya ketika Jokowi naik ke kursi RI-1 pada 2014. Tanpa tedeng aling-aling, ia memutuskan membubarkan Petral yang sejak lama berlagak sebagai penyelamat tapi nyatanya menjadi benalu dalam tubuh Pertamina. Tapi membubarkan Petral ternyata tidak serta merta membuat Pertamina sehat sepenuhnya. Para mafia sudah terlalu menggurita. Mungkin Jokowi sendiri kaget ketika ia memangkas satu, yang satu bereaksi dan memberikan perlawanan.


Jokowi sepertinya sulit menemukan figur yang mampu melepaskan diri dari cengkeraman gurita para mafia di bisnis perminyakan dalam negeri. Jika tidak segera bertindak, maka percuma membenahi perusahaan plat merah itu, karena hanya akan memberikan lahan lebih luas kepada para mafia. Mereka akan bergerak lebih leluasa.

Yang ingin dilakukan Jokowi adalah, bersihkan dulu mental penghuni dan para tamu dan koleganya, barulah rumahnya dibenahi. Dan pilihan Jokowi jatuh ke sosok Basuki Tjahaja Purnama alias BTP alias Ahok.

Mengapa Ahok?

Menghadapi kerumitan persoalan di BUMN seperti Pertamina, Jokowi membutuhkan orang yang bersih, bernyali singa, tapi juga cerdas dalam hal managerial. Jokowi butuh orang dengan paket komplit, jago di balik meja, tajam di lapangan. Dan Ahok adalah satu dari segelintir orang yang memenuhi kriteria tersebut.


Popular posts from this blog

Ancam Penggal Kepala Jokowi, Pria Ini Enaknya Diapain?

Semakin lama semakin mengerikan melihat ekspresi para pendukung capres Prabowo Subianto. Mereka seolah dirasuki sesuatu yang membuat hati dan pikiran mereka tertutup terhadap apa dan siapa pun yang tidak bersenyawa dengan pikiran dan tindakan mereka. Hal ini membuat mereka terlihat lebih sebagai pembuat onar atau kaum ekstrimis ketimbang pendukung paslon yang mestinya paham aturan dan tata cara menyampaikan pendapat di ruang publik.  Orang-orang dalam video di atas adalah salah satu contohnya. Mereka merasa bisa melakukan apa saja, kepada siapa saja hingga berani mengancam akan memenggal kepala Presiden Jokowidodo. Mungkin mereka frustrasi karena gaung kemenangan Prabowo yang mereka deklarasikan semakin sayup dan mulai menghilang.  Sebagai pendukung Prabowo adalah hak mereka melakukan aksi dukungan selama sesuai aturan dan undang-undang. Tapi mengancam membunuh Jokowi adalah tindakan naif dan sangat di luar batas. Mungkin inilah ekspresi brutal yang merupakan efek dari m

Menanti Taji Pria Pengancam Jokowi di Depan Polisi

Pria yang mengancam akan memenggal leher Presiden Jokowidodo akhirnya diciduk polisi. Ia dibekuk di sebuah perumahan di kawasan Parung, Bogor, pada Minggu pagi (12/05). Lokasi penangkapan 'jagoan penggal' ini berbeda dengan pengakuannya dalam video yang menyebutkan dirinya berasal dari Poso.  HS pun langsung digiring ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.  Video HS mengancam Jokowi beredar luas di media sosial beberapa hari lalu. Diduga pernyataan konyol itu dilontarkan pelaku saat mengikuti aksi demo di depan gedung KPU dan Bawaslu. HS yang dikelilingi sejumlah demonstran lain termasuk dua orang wanita, tampak garang dan begitu bernafsu mengancam akan memenggal leher Jokowi.  Kini publik menunggu seberapa besar nyali demonstran beringas ini saat berhadapan dengan pihak penyidik Polda Metro Jaya. Di hadapan penyidik nanti, ia harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuatnya. Nyalinya diuji karena ia akan menghadapi semuanya seorang diri. Tidak a

Strategi Cerdas Jokowi Pulihkan BUMN

Sewaktu melantik para menteri Kabinet Indonesia Maju, banyak kalangan kecewa karena nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tidak masuk dalam deretan nama para pembantu Jokowi itu. Para pendukung fanatik Ahok mengira Jokowi sudah melupakan sekondannya itu sewaktu sama-sama memimpin DKI.  Tidak hanya Ahok, nama lain seperti Susi Pudjiastuti, Ignasius Jonan dan Archandra Tahar juga seperti dipinggirkan dari urusan para penentu kebijkan di sejumlah sektor yang sudah ditentukan. Bahkan tidak sedikit yang larut dalam ekspresi sentimentil seolah kehilangan sosok yang mereka cintai. Pertanyaan di mana Susi Pudjiastuti ramai dibicarakan di dunia nyata maupun dunia maya.  Tapi memang begitulah Jokowi. Dia selalu menyimpan sejumlah kejutan dalam sejumlah keputusannya. Ibarat seorang petarung, Jokowi tidak memeragakan semua strategi di depan. Ada yang disimpan, dan bisa jadi senjata pamungkas.  Dan kini semua mulai terlihat. Ahok diberi kursi Komisaris Utama Pertamina, posisi yan