Foto: alshahidwitness.com |
Indonesia kembali diguncang oleh aksi teroris. Rabu (13/11) sekitar pkl. 08.45 WIB, sebuah aksi bom bunuh diri terjadi di halaman Markas Polrestabes Medan. Bom itu dibawa dan diledakan sendiri oleh pelaku berinisial RMN yang baru berusia 24 tahun. Bom yang diikatkan di pinggang itu menewaskan pelaku sendiri dan melukai 6 orang lainnya.
Menarik untuk ditelisik soal identitas pelaku, meski pihak kepolisian belum secara rinci dan komprehensif mengungkap identitas RMN dan sepak terjangnya di dunia terorisme. Dilansir cnnindonesia.com, pelakua adalah seorang pria muda yang pernah tinggal di Jalan Jangka Gang Tenteram Kecamatan Medan Petisah. Tapi belakangan RMN sudah jarang terlihat di sana, karena sudah pindah ke tempat lain, masih di kota Medan.
Salah seorang tetangga menuturkan bahwa RMN pindah setelah menikah dengan seorang wanita bercadar, dan tidak pernah terlihat lagi di rumah lamanya. Keluarga RMN pun membenarkan hal tersebut. Rumah lama RMN dibiarkan kosong dan hanya sesekali ditengoki keluarganya.
Sewaktu masih lajang dan tinggal di rumah lamanya, RMN disebutkan tetangganya sebagai pemuda yang soleh. Ia seorang remaja masjid dan rajin sholat dan aktif mengikuti kegiatan masjid.
Dari kesaksian tetangga RMN, diasumsikan bahwa semasa lajang RMN adalah pemuda yang baik, dan rajin beribadah. Diduga RMN mengalami metamorfosis prilaku dan perubahan pikiran secara radikal setelah menikah. Sampai di sini ceritanya terputus. Pihak kepolisian pun belum merilis profil sang pelaku secara komprehensif.
Tapi jalan perjuangan seorang teroris rata-rata sama. Ada yang memang terlahir atau terbentuk di dalam lingkungan yang memiliki pola pikir radikal. Sejak kecil mereka dibesarkan dengan didikan yang mengarah kepada eksklusivisme total dan tertutup terhadap dunia luar. Lambat laun mereka diinnjekis dengan pemikiran-pemikiran antipati terhadap mereka yang tidak berasal dari kaumnya, entah secara etnis maupun secara religius.
Ada juga pelaku yang masuk ke dunia terorisme karena pergaulan atau karena berhubungan dengan mereka yang sudah terpapar doktrin-doktrin radikal. Relasi mereka bisa saja terjadi karena pertemanan, perkumpulan tertentu, atau karena hubungan perkawinan. Diduga yang terjadi pada RMN adalah karena perkawinan.
Tapi apa pun latar belakangnya, semua teroris (terutama yang mendasari gerakannya atas nama agama) disatukan oleh satu doktrin yakni, doktrin eksatologis, doktrin tentang akhirat, pahala akhirat, menyucikan dunia dengan membasmi kejahatan agar layak mendapatkan ganjaran surga.
Pada tingkat tertentu para calon teroris ini akan diindoktrinasi dengan doktrin maut, bahwa keselamatan di akhirat jauh lebih penting daripada kehidupan di dunia. Adalah lebih baik mati suci daripada hidup dan membiarkan hidup para penebar dosa.
Yang menjadi persoalan adalah, ukuran zalim, dosa, dan segala yang buruk dalam kelompok ini, ditentukan oleh definisi, tafsir dan pemahaman mereka sendiri, juga berdasarkan pengalaman sendiri, dan adalah hasil refleksi mereka sendiri. Karena itu doktrin-doktrin mereka akan terasa sangat subyektif, egois dan tidak mengenal simpati dan empati, terutama terhadap kaum di luar golongannya.
Itu pula sebabnya dalam kelompok ini, definisi dan arti kemanusiaan sangat sempit. Bagi mereka kemanusiaan hanya dimiliki dan hanya bisa dihormati dan dimuliakan di dalam diri mereka yang sepemikiran, sepaham dengan mereka. Mereka yang tidak sepaham, terutama tentang akhirat dan nilai ketuhanan, akan dianggap musuh atau bahkan mangsa yang darahnya halal untuk ditumpahkan.
Jadi hampir pasti semua teroris yang mendasarkan gerakannya pada agama tergantung antara konsep dan pemahaman tentang KEMANUSIAAN dan KETUHANAN, antara yang duniawi dan yang ilahi, dunia yang sekarang dan dunia akhirat. Karena itu mereka tidak mengenal persaudaraan dalam kemanusiaan, tetapi hanya mengenal dan mengamalkan persudaraan dalam iman.
Dari sini lahirlah kebencian yang sangat mendalam terhadap orang lain yang berbeda keyakinan. Bahkan mereka juga sangat benci dengan sesama yang satu keyakinan, tetapi memiliki pemahaman dan tafsir berbeda terhadap ayat-ayat suci.
Intinya, kaum radikal yang salah satu contohnya adalah pelaku teroris adalah mereka yang sangat teguh dan tak tergoyahkan dengan kebenaran mereka sendiri. Untuk urusan yang satu ini, tidak ada kompromi dan dialog bagi mereka. Dan pada titik tertentu, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh selain membasmi dan membinasakan golongan lain itu.
Sebagai konsekuensi lanjutnya adalah, kaum teroris tidak mudah disentuh atau dibelokan hati dan pikirannya menggunakan nilai-nilai kemanusiaan. Apalagi jika nilai kemanusiaan yang diangkat diambil dari latar belakang yang tidak sejalan dengan doktrin mereka. Satu-satunya cara adalah, memasuki dasar doktrin mereka dan memberikan pencerahan dari dalam kelompok mereka sendiri.
Diperlukan agen-agen khusus yang memiliki pemahaman yang luas tentang agama dan ketuhanan serta punya sikap positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal. Prinsip dasarnya adalah bahwa, semua manusia adalah ciptaan Tuhan. Dan oleh karenanya, tidak bisa seorang manusia berikrar mencintai Tuhan, tetapi pada saat bersamaan bersumpah akan membunuh manusia lain yang juga sama-sama ciptaan Tuhan.
Ibarat seorang hamba, seseorang tidak bisa mengaku mencintai tuannya tapi pada saat yang sama merancang kejahatan terhadap anak tuannya itu, atau merusak harta benda tuannya, atau membunuh hewan piaraan tuannya. Cinta kepada sang tuan, harus mewujud nyata juga dalam prilaku lemah lembut dan penuh cinta kepada semua hal yang berkaitan dengan sang tuan itu sendiri.
Dengan kata lain, mencintai, menghormanti, dan menyembah Tuhan tanpa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan alam semesta adalah salah satu bentuk hipokrasi atau kemunafikan terhadap Tuhan. Dan kemanusiaan yang dimaksud adalah kemanusiaan yang universal, terpatri secara hakiki dalam diri setiap manusia.
Tidak ada gradasi dalam hal kemanusiaan yang hakiki. Semua manusia sama di mata Sang Penciptanya. Warna kulit, suku, ras, dan agama manusia mungkin saja berbeda, tetapi nilai kemanusiaan yang adalah pemberian Sang Pencipta sama untuk manusia mana pun di bawah kolong langit. Niat membinasakan manusia lain adalah pengkhianatan terhadap ikrar setia kepada Tuhan.
Tapi memang tidak mudah mengubah cara pandang kaum radikal dan pelaku teroris, karena kelompok ini sangat eksklusif dan tertutup terhadap dunia di luar lingkungan mereka. Mereka cenderung menarik diri dari dunia lain dan asyk dengan dunianya sendiri. Kesaksian tetangga RMN, pelaku bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan pada Rabu (13/11) pagi lalu, seakan membenarkan asumsi ini.
Setelah terpapar doktrin radikalisme dan terorisme, RMN seperti menghilang dari kehidupan sosialnya yang lama. Ia tercerabut dari akar jati dirinya dan masuk ke dalam getho kaum radikal. Di sanalah, terjadi proses inisiasi lewat doktrin-doktrin yang diinjeksi setiap hari. Dan luar biasa, hanya dalam tempo setahun, jadilah RMN pengantin bom bunuh diri.
Artikel terkait: