Skip to main content

Demokrat Vs Gerindra: Dari Setan Gundul Hingga Jenderal Kunyuk

Foto: Kompas 

Sinyal Gerindra bakal menjadi partai jomblo lagi semakin kuat. Satu demi satu kolega politiknya di kancah pilres 2019 meninggalkan partai pimpinan Prabowo Subianto itu. Sinyal itu kian jelas dan terang melihat perang statement para petinggi kedua partai di media massa. 

Perang Demokrat vs Gerindra dibuka Adi Arief Wasekjen Partai Demokrat. Melalui akun twitternya, Andi mengungkap tentang keberadaan setan gundul di kubu Koalisi Adil Makmur yang mengusung Prabowo-Sandi sebagai capres dan cawapres dalam pemilu 2019. 

Pernyataan Andi langsung membuat geger, tidak hanya seisi rumah Kertanegara, tapi juga seluruh jagad sosial-politik negeri ini yang sedang riuh oleh manuver kubu Prabowo-Sandi yang terus meresonansi klaim kemenangan atas dasar data internal yang mereka miliki. Tapi Andi membongkar aras data yang mendasari klaim kemenangan Prabowo. 

Menurut Andi data 62% yang membuat Prabowo buru-buru mendeklarasikan kemenangan adalah, data bisikan setan gundul. Andi pun bingung mengapa Prabowo bisa dikuasai setan gundul yang menurut Andi adalah sosok yang tidak rasional. Bagaimana mungkin Prabowo yang selalu lantang bicara tentang akal sehat dan rasionalitas, tunduk pada setan gundul yang tidak rasional? 

Pernyataan Andi tentang setan gundul menyulut konflik berkelanjutan antara dua partai yang masing-masing dipimpin oleh seorang jenderal, SBY dan Prabowo. Semula pihak Gerindra balik menuduh Demokrat sebagai pihak yang memberikan data kemenangan 62% Prabowo. 

Saling sahut para petinggi kedua partai pun tak terelakkan, seiring langkah Partai Demokrat yang semakin merapat ke kubu Jokowi. Situasi diperparah oleh pernyataan keras dan terkesan frustratif dari Kivlan Zen yang menyebut SBY sebagai sosok yang lick dan tidak jelas kelaminnya. Sebuah pernyataan vulgar bernada penghinaan itu dilontarkan Kivlan menanggapi sikap SBY dan partai yang dinahkodainya. 

SBY yang selama proses kontestasi pilpres 2019 lebih banyak mengamati dari jauh karena harus menemani sang istri yang sedang dirawat di Singapura, beberapa kali memberikan pernyataan yang terkesan melemahkan posisi Prabowo. SBY misalnya mengeritik gaya kampaye akbar Prabowo sebagai sesuatu yang aneh karena tidak merepresentasikan keberagaman Indonesia. Pada saat Kertanegara mulai menyerukan gerakan people power, SBY dengan keras melarang kadernya ikut serta. 

Mendekati pengumuman resmi KPU, arah politik Partai Demokrat semakin terlihat menjauh dari Kertanegara. Ini membuat para petinggi Gerindra murka. Arief Pouyono selaku wakil ketua umum Gerindra pun langsung sesumbar mengusir Demokrat dari koalisi adil makmur. Sementara Kivlan melontarkan pernyataan keras langsung kepada pribadi SBY. 

Selain menyebut SBY licik dan tidak jelas kelaminnya, Kivlan juga mengungkap sebuah sentimen klasik antara SBY dan Prabowo. Kivlan menyebut SBY dan Prabowo sudah bersaing sejak dahulu. Dalam hal ini, Kivlan seolah menggambarkan SBY sebagai jenderal yang sirik dan tidak menghendaki ada jenderal lain, termasuk Prabowo menjadi presiden RI. 

Pernyataan Kivlan memantik reaksi keras dari kubu Demokrat. Rachland Nasidik, selaku sekjen partai belambang mercy itu, balik menyerang Kivlan. Meminjam kata-kata almarhum Gus Dur, Rachland menyebut Kivlan dengan sebutan jendral kunyuk.  

Istilah jenderal kunyuk pertama kali dilontakan almarhum Gus Dur pada tahun 2010, saat kerusuhan Ambon meletus. Waktu itu Gus Dur menyebut Mayjen "K" sebagai dalang kerusuhan Ambon. Kivlan yang pada saat itu berpangkat Mayjen merasa tersentil pernyataan Gus Dur. Kivlan akhirnya menemui Gus Dur untuk meminta penjelasan. 

Siapa Mayjen "K" tidak pernah diberitahukan secara gamblang oleh Gus Dur. Ia juga membantah Mayjen "K" yang dimaksud adalah Kivlan Zen. Tapi Gus Dur kemudian memberikan kepanjangan dari Mayjen "K" yakni, Mayjen Kunyuk. Menurut Gus Dur julukan itu cocok untuk seorang mayor jenderal yang kerjanya menjadi dalang kerusuhan. 

Dengan segala aksi dan manuver yang dilakukannya di tengah hingar bingar politik pasca pilpres 2019, apakah relevan menjuluki Kivlan Zen dengan sebuatan "Jenderal Kunyuk" seperti yang disematkan Rachland Nasidik? 

Salam nalar bin waras!



Popular posts from this blog

Menanti Taji Pria Pengancam Jokowi di Depan Polisi

Pria yang mengancam akan memenggal leher Presiden Jokowidodo akhirnya diciduk polisi. Ia dibekuk di sebuah perumahan di kawasan Parung, Bogor, pada Minggu pagi (12/05). Lokasi penangkapan 'jagoan penggal' ini berbeda dengan pengakuannya dalam video yang menyebutkan dirinya berasal dari Poso.  HS pun langsung digiring ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.  Video HS mengancam Jokowi beredar luas di media sosial beberapa hari lalu. Diduga pernyataan konyol itu dilontarkan pelaku saat mengikuti aksi demo di depan gedung KPU dan Bawaslu. HS yang dikelilingi sejumlah demonstran lain termasuk dua orang wanita, tampak garang dan begitu bernafsu mengancam akan memenggal leher Jokowi.  Kini publik menunggu seberapa besar nyali demonstran beringas ini saat berhadapan dengan pihak penyidik Polda Metro Jaya. Di hadapan penyidik nanti, ia harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuatnya. Nyalinya diuji karena ia akan menghadapi semuanya seorang diri. Tidak a

Ancam Penggal Kepala Jokowi, Pria Ini Enaknya Diapain?

Semakin lama semakin mengerikan melihat ekspresi para pendukung capres Prabowo Subianto. Mereka seolah dirasuki sesuatu yang membuat hati dan pikiran mereka tertutup terhadap apa dan siapa pun yang tidak bersenyawa dengan pikiran dan tindakan mereka. Hal ini membuat mereka terlihat lebih sebagai pembuat onar atau kaum ekstrimis ketimbang pendukung paslon yang mestinya paham aturan dan tata cara menyampaikan pendapat di ruang publik.  Orang-orang dalam video di atas adalah salah satu contohnya. Mereka merasa bisa melakukan apa saja, kepada siapa saja hingga berani mengancam akan memenggal kepala Presiden Jokowidodo. Mungkin mereka frustrasi karena gaung kemenangan Prabowo yang mereka deklarasikan semakin sayup dan mulai menghilang.  Sebagai pendukung Prabowo adalah hak mereka melakukan aksi dukungan selama sesuai aturan dan undang-undang. Tapi mengancam membunuh Jokowi adalah tindakan naif dan sangat di luar batas. Mungkin inilah ekspresi brutal yang merupakan efek dari m

Strategi Cerdas Jokowi Pulihkan BUMN

Sewaktu melantik para menteri Kabinet Indonesia Maju, banyak kalangan kecewa karena nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tidak masuk dalam deretan nama para pembantu Jokowi itu. Para pendukung fanatik Ahok mengira Jokowi sudah melupakan sekondannya itu sewaktu sama-sama memimpin DKI.  Tidak hanya Ahok, nama lain seperti Susi Pudjiastuti, Ignasius Jonan dan Archandra Tahar juga seperti dipinggirkan dari urusan para penentu kebijkan di sejumlah sektor yang sudah ditentukan. Bahkan tidak sedikit yang larut dalam ekspresi sentimentil seolah kehilangan sosok yang mereka cintai. Pertanyaan di mana Susi Pudjiastuti ramai dibicarakan di dunia nyata maupun dunia maya.  Tapi memang begitulah Jokowi. Dia selalu menyimpan sejumlah kejutan dalam sejumlah keputusannya. Ibarat seorang petarung, Jokowi tidak memeragakan semua strategi di depan. Ada yang disimpan, dan bisa jadi senjata pamungkas.  Dan kini semua mulai terlihat. Ahok diberi kursi Komisaris Utama Pertamina, posisi yan