Foto: Detik Forum
Nama Mayor Jenderal TNI Kivlan Zen kini sedang intens mengisi ruang publik mulai dari pemberitaan media cetak dan elektronik, hingga ruang-ruang diskusi terutama terkait kontestai pilpres 2019. Kivlan seolah menjadi salah satu tokoh sentral dalam gemuruh politik Indonesia pasca berlangsungnya Pemilu serentak 17 April 2019.
Karena intensitas kehadirannya itu pula Kivlan terkesan seperti sosok yang agresif terutama karena pernyataan-pernyataan keras yang kerap terlontar dari mulutnya. Yang paling baru adalah, rencana aksinya bersama Eggy Sudjana "menggeruduk' KPU lewat demonstrasi dengan 11 ribu massa. Tapi aksi itu batal dilakukan karena aksi yang dirancang dua sosok garda depan kubu capres Prabowo Subianto ini, tidak mengantongi izin dari pihak berwajib.
Kivlan memang menjadi salah satu purnawirawan TNI yang aktif dan gigih mendukung Prabowo. Kesetiaannya pada mantan Danjen Kopassus itu, tidak diragukan lagi. Kivlan siap menghadapi siapa saja yang dianggapnya merugikan posisi capres nomor urut 02, Prabowo Subianto. Ia misalnya pernah tertangkap kamera sedang bersitegang dengan Wiranto, menkopolhukam yang berseberangan kubu politik dengan Prabowo.
Ketika isu PKI menyerang Presiden Jokowidodo, Kivlan dicurigai sebagai salah satu tokoh di balik isu tersebut, lantaran ia sering bicara lantang tentang bahaya komunis yang menurut putra Aceh ini sedang menggeliat kembali di era Presiden Jokowidodo.
Begitulah, mantan Kepala Staf Kostrad ini selalu bergairah mengobarkan dan menyerukan apa saja yang berpeluang melemahkan kekuatan semua lawan politik Prabowo. Begitu pula ketika ia tanpa tedeng aling-aling menyebut presiden ke-7 RI, Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai orang licik.
Pernyataan Kivlan tentu tidak lepas dari posisi politiknya sebagai pendukung Prabowo Subianto. Kata-kata keras itu dilontarkan Kivlan setelah Partai Demokrat pimpinan SBY memperlihatkan gelagat meninggalkan Prabowo dan merapat ke markas Jokowidodo. Sikap SBY yang tercermin dari pertemuan putranya Agus Harimurti Yudhoyono dengan Jokowi, menjadi pukulan telak bagi kubu Prabowo. Bagaimana tidak, di saat Kivlan dan para pendukung Prabowo berjuang habis-habisan membuka jalan Prabowo menuju istana, SBY justru menarik gerbongnya.
Gelagat Partai Demokrat meninggalkan Kertanegara tentu saja mengurangi bobot wacana people power yang diserukan antara lain oleh Kivlan Zen. Apalagi Partai Amanat Nasional, juga mulai memperlihatkan gelagat yang sama. Sementara Partai Keadilan Sejahtera sepertinya sedang menikmati euforia karena berhasil lolos ke Senayan, dan tidak terlalu fanatik lagi mendukung setiap langkah Prabowo, meski juga tidak menyeberang ke kubu Jokowidodo.
Berkurangnya dukungan partai terhadap upaya Kivlan Zen mengarak Prabowo ke istana RI-1 boleh jadi membuat Kivlan kian garang dan gencar bermanuver. Bersama Egy ia mencoba memancing reaksi publik dengan merancang aksi demo di depan KPU dan Bawaslu, tapi batal digelar.
Menurut hemat saya, demo ini tidak saja gagal secara administratif karena tidak mengantongi ijin dari pihak berwajib. Lebih dari itu, aksi demo yang digagas Kivlan dan Egy juga gagal menyulut emosi serta empati publik untuk turun ke jalan dan bergabung dengan barisan mereka. Dengan kata lain, Kivlan bersama rekannya Egy gagal melakukan show people power, yang selama ini digembar-gemborkan kubu Prabowo.
Melihat siapa saja yang tersisa di Kertanegara pasca Demokrat dan PAN menunjukan gelagat menyeberang ke kubu 01, serta PKS yang sepertinya mulai mengendorkan fanatismenya terhadap Prabowo, publik pun memiliki kesimpulan sendiri tentang perjuangan dan aksi yang dilakukan Kivlan Zen, sembari bertanya: ADA APA DENGANMU, KIVLAN ZEN?